Agen Bola Terpercaya : Piala Dunia 1978 dan Perlawanan Para Ibu di Plaza de Mayo.

Agen Bola Terpercaya : Ada sangat banyak alasan untuk menunggu dan menonton Piala Dunia. Pertanyaannya: adakah alasan untuk tak menonton Piala Dunia 2014.
Saya menuliskan dua baris kalimat di atas sebagai pembuka kata pengantar buku "Brazillian Football and Their Enemies" yang kami terbitkan bulan lalu. Kalimat itu dilatari banyaknya reaksi penolakan dari rakyat Brasil sendiri terkait penyelenggaraan Piala Dunia di tanah air mereka.
Kita tahu, semakin dekat dengan hari-H, reaksi penolakan dan perlawanan terhadap penyelenggaraan Piala Dunia 2014 semakin massif. Aksi unjuk rasa semakin menyebar di hampir semua kota yang menjadi tuan rumah. Para demonstran yang dari hari ke hari jumlahnya semakin massif itu menganggap Piala Dunia sebagai pemborosan yang tak masuk akal. Selain kelewat mahal, biaya membangun infrastruktur mulai terbukti digerogoti tikus-tikus korup. Bagi mereka, kemewahan yang dipaksakan untuk menggelar Piala Dunia itu tak sebanding dengan pelayanan publik yang selama ini mereka terima dari pemerintah.
Pertanyaan yang diutarakan di paragraf pembuka esai ini rasanya semakin relevan untuk dijawab ketika terbetik kabar penculikan dan pembunuhan anak-anak jalanan dan gelandangan di Brasil semata agar mereka tak mengotori dan mengganggu pemandangan para wisatawan, turis, dan suporter yang berkunjung ke Brasil.
Laporan itu ditulis oleh Mikkel Johnson, seorang jurnalis Denmark, yang datang ke Brasil pada September 2013 lalu. Sedianya, Mikkel hendak menikmati atmosfer sepakbola di tanah surga para seniman bola ini. Ia bahkan sampai berniat belajar bahasa Portugis agar bisa lebih menyelami suasana dan situasi di negeri eksotik Amerika Latin ini.
Tapi apa daya, berbulan-bulan dia tinggal di sana, Johnson justru menemukan hal-hal yang menggiriskan hati.
Kita tahu, semakin dekat dengan hari-H, reaksi penolakan dan perlawanan terhadap penyelenggaraan Piala Dunia 2014 semakin massif. Aksi unjuk rasa semakin menyebar di hampir semua kota yang menjadi tuan rumah. Para demonstran yang dari hari ke hari jumlahnya semakin massif itu menganggap Piala Dunia sebagai pemborosan yang tak masuk akal. Selain kelewat mahal, biaya membangun infrastruktur mulai terbukti digerogoti tikus-tikus korup. Bagi mereka, kemewahan yang dipaksakan untuk menggelar Piala Dunia itu tak sebanding dengan pelayanan publik yang selama ini mereka terima dari pemerintah.
Pertanyaan yang diutarakan di paragraf pembuka esai ini rasanya semakin relevan untuk dijawab ketika terbetik kabar penculikan dan pembunuhan anak-anak jalanan dan gelandangan di Brasil semata agar mereka tak mengotori dan mengganggu pemandangan para wisatawan, turis, dan suporter yang berkunjung ke Brasil.
Laporan itu ditulis oleh Mikkel Johnson, seorang jurnalis Denmark, yang datang ke Brasil pada September 2013 lalu. Sedianya, Mikkel hendak menikmati atmosfer sepakbola di tanah surga para seniman bola ini. Ia bahkan sampai berniat belajar bahasa Portugis agar bisa lebih menyelami suasana dan situasi di negeri eksotik Amerika Latin ini.
Tapi apa daya, berbulan-bulan dia tinggal di sana, Johnson justru menemukan hal-hal yang menggiriskan hati.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar